CHAPTER 67: Aggressive Rival
Keheningan menguasai atmosfir. Bahkan pada mobil yang melaju 40 km/jam itu tidak ada satu kata pun yang terucap. Kepala Hana hanya tertuju pada jalanan yang terlewati. Yoshiki sendiri hanya memandang jalanan berfokus pada kemudinya. Namun keduanya sebenarnya sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Hana yang mulai merasa bersalah meninggalkan sang suami.
Dan Yoshiki yang menerka-nerka apakah Hana merasakan penderitaannya saat wanita itu meninggalkannya tiba-tiba?
.
“Mandilah sebelum makan malam,” Kalimat pertama yang diucapkan Yoshiki begitu keduanya telah mencapai kamar.
“Tidak perlu,” Hana menjatuhkan dirinya pada ranjang, membalikkan posisinya membelakangi Yoshiki.
Pria itu menghela nafas berat, “mandi bisa merilekskan pikiranmu.”
“Mana mungkin pikiranku bisa rileks semudah itu.”
“Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Shiroi Tenko?”
“Kenapa Yoshiki-kun bisa santai sekali sih?”
“Bukankah sudah kukatakan jika aku tidak tertarik kepadanya? Dia hanya stalker gila. Untuk apa kau memikirkannya?”
Badan Hana seketiika berbalik menatap sang pria yang tengah meneguk sebuah brandy.
“Dan kenapa Yoshiki-kun tidak tau jika perempuan itu selama berhari-hari menjadi stalker dan ada di dekat Yoshiki-kun? Bukankah Yoshiki-kun sang Lucifer yang mulia? Aku tidak mengerti sihir, tapi Yoshiki-ku seharusnya bisa menyadari keberadaannya kan?”
Yoshiki terdiam beberapa saat, “menurutmu kenapa aku tidak bisa merasakannya?” Pria itu berjalan mendekati ranjang, “jujur saja, sebenearnya aku baru menyadari jika selama ini setelah pulang dari kantor ternyata aku menuju tempat-tempat murahan seperti itu hanya untuk minum.”
“A-Apa? Yoshiki-kun tidak sadar?”
“Hn,” pria itu mengangguk, “dan aku baru menyadarinya setelah perempuan stalker itu mengatakannya.”
“B-bagaimana bisa?”
GRAB.
Tiba-tiba Yoshiki sudah menahan kedua tangan Hana di atas ranjang, dan tubuhnya sudah berjarak kurang dari sepuluh centi dari tubuh Hana, “karena istriku meninggalkanku ke tempat yang bahkan tidak kuketahui. Hari-hari setelah kau meninggalkanku sangatlah kacau. Aku sama sekali tidak tau apa yang kulakukan. Aku hanya tidak bisa berhenti memikirkanmu. Apa yang sedang kau lakukan? Apa kau baik-baik saja? Hingga aku sangat muak pada diriku sendiri ketika membayangkan jika kau berbahagia di luar sana bersama si sialan itu.”
Lidah Hana terbuka, namun tidak ada satu kalimatpun keluar dari sana.
“Hanya kau My Lady yang ada di pikiranku. Tanpa dirimu aku benar-benar kosong. Aku bekerja untuk setidaknya membantuku melupakanmu. Tapi naas. Semakin aku bekerja semakin aku merindukanmu. Meminum minuman keras, menghirup narkotika, semua kulakukan untuk melupakanmu setiap hari. Segala upaya kulakukan.”
Keheningan kembali menyeruak. Hana hanya bisa mengedipkan matanya, perempuan itu masih tidak tau harus mengatakan apa.
“Sekarang My Lady, jika kau tidak bisa berhenti memikirkan Shiroi Tenko yang tertarik padaku sampai menstalkerku, mengetahui tentang diriku selama kau pergi, bagaimana denganku pada saat kau meninggalkanku? Bagaimana perasaanku membayangkan kau dan si sialan Keigo Yasumoto itu saling menyayangi dan melewati hari-hari bersama?” Pria itu menghela nafas sejenak, “kau bisa melihatku, dan sudah kukatakan aku tidak tertarik pada perempuan lain selain dirimu. Bagaimana denganmu? Aku tidak tau kau ada di mana saat itu, dan kau bisa saja membalas perasaan si sialan Keigo Yasumoto itu. Mana yang lebih menyesakkan My Lady? Hmm?”
Yoshiki terdiam. Menyadari jika kalimat yang sudah ucapkan berlebihan begitu menyadari jika perempuan di bawahnya hanya bisa menatapnya dengan kerutan dahi.
“Hn, maaf, aku berlebihan,” perlahan Yoshiki menarik dirinya.
“Maaf,” sebuah kata yang diucapkan oleh Hana membuat Yoshiki menghentikan pergrakannya.
“Maaf Yoshiki-kun. Aku tidak tau mengapa aku bisa seperti ini. A-aku tahu aku salah karena telah meninggalkanmu karena kekecewaanku. Seharusnya aku menyadari apa yang sudah kulakukan benar-benar buruk, seharusnya aku sudah tidak memiliki hak untuk cemburu jika ada wanita yang—sangat jauh lebih baik—tertarik padamu.”
“Tidak.”
Detik itu juga sang pria kembali menindih sang wanita.
“Bukan begitu. Aku tidak masalah jika kau cemburu jika ada perempuan lain yang tertarik padaku. Kau berhak My Lady. Aku milikmu. Hanya milikmu,” sebuah ciuman dalam mendarat pada bibir Hana, sangat dalam sampai-sampai ciuman itu hanya terlepas ketika Hana membutuhkan asupan oksigen, “setidaknya kau sudah tau jika yang kau lakukan—meninggalkanku—adalah hal yang buruk, dan kau berjanji tidak akan meninggalkanku lagi, itu sudah cukup, My Lady.”
Sebuah air mata mengalir dari pelupuk sapphire Hana, “A-aku membenci diriku yang memang bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan Shiroi Tenko yang memiliki segalanya. Aku benci pada diriku yang tidak bisa melawan setiap ucapan Shiroi Tenko. Aku benci kepada diriku yang cemburu pada Shiroi Tenko namun pernah meninggalkan Yoshiki-kun,” setiap ucapan dan raungan Hana selalu terdengar isakan.
“Dan aku mencintaimu, My Lady.”
Ucapan singkat Yoshiki semakin membuat tangis Hana pecah. Perempuan berambut pendek itu menangis sejadi-jadinya.
.
“My Lady…. Aku harus mengecek dan menandatangani beberapa proposal…”
“Tanda tangani saja.”
“Hn, bagaimana aku melakukannya jika kau bermain game di sini?”
Kuroto Hana dengan game berisik pertempurannya tanpa memperdulikan segala kondisi kesibukan sang suami, duduk di kursi sang suami dan menghalangi pekerjaan sang suami.
Tak menjawab kalimat sang suami, Hana tetap berfokus pada game pertempurannya, menggerakkan jemarinya pada layar ponselnya.
“Hhhh…. Bagaimana jika kau duduk di meja saja?”
“He?” Namun kalimat aneh Yoshiki membuat fokusnya teralihkan.
“Duduk di atas meja dan menghadapku,” Yoshiki menepuk-nepuk sisi meja tempatnya beberapa tumpuk proposal yang harus ia selesaikan.
“Bukankah semakin mengganggu pekerjaan Yoshiki-kun?” Hana menatap Yoshiki kebingungan.
“No, if you sit on the desk without any clothes so I can fuck you hard.”
“E-eh?” Wajah Hana lantas memerah, “Yoshiki-kun mesum!”
“Aku hanya mesum kepadamu, memangnya kau mau aku mesum kepada perempuan lain? Hn, sepertinya kau tidak keberatan jika kuingat-ingat lagi,” Yoshiki menjawab datar.
“H-Hah? Kapan aku tidak keberatan?”
“Setelah ritual malam itu, sial kau mengerikan sekali My Lady, kau sampai membuat seorang Lucifer sepertiku melakukan hal paling hina, membuatku bermasturbasi sendiri, padahal di luar sana banyak perempuan yang akan dengan sukarela memberikan tubuhnya padaku, seperti katamu malam itu.”
Hana kembali jatuh dalam penyesalannya begitu mengingat apa yang sudah ia katakana pada Yoshiki sangatlah keterlaluan dan bodoh. Bagaimana bisa ia mengizinkan Yoshiki menyentuh perempuan lain!?
“A-aku hanya terbawa emosi. M-Maaf…” tak berani menatap wajah Yoshiki, Hana memilih menundukkan wajahnya.
Yoshiki meletakkan tangannya untuk bersandar wajahnya, “bagaimana jika malam itu aku benar-benar memuaskan hasratku pada perempuan lain?”
Seketika kepala Hana terangkat, kedua alis Hana tertaut dan wajah tannya menunjukkan kesedihan, tanpa sanggup mengatakan satu kalimatpun.
Sebuah helaan nafas berat keluar dari Yoshiki, “tenang saja, aku milikmu, tidak ada perempuan lain yang boleh menyentuhku selain dirimu My Lady.”
BRAKK
Tanpa ada ketukan, ucapan permisi, atau hal-hal yang sopan sebelum memasuki ruang seorang presedir, Shiroi Tenko muncul membuka pintu utama ruang presedir.
Seketika Hana melompat dari kursi Yoshiki, memberikan tatapan awasnya ketika perempuan elit itu mulai berjalan ke arahnya.
“Serahkan Kuroto-kun padaku.”
“Hah!?” Hana hanya bisa melebarkan mulutnya begitu mendengar kalimat yang seolah terdengar seperti kalimat perintah itu.
“Kamu tuli? Kataku, serahkan Kuroto-kun padaku,” lagi, perempuan itu mengulai kalimatnya dengan nada datar, tanpa menyadari betapa tidak bermoralnya kalimatnya, “aku akan memberikanmu sejumlah uang yang banyak, berapapun yang kamu minta, supaya walaupun kamu bercerai dengan Kuroto-kun kamu tidak akan jadi miskin.”
Hana menoleh kepada Yoshiki, pria itu malah sibuk kembali menandatangani proposal, pekerjaan yang tadi tertunda karena dirinya merusuh.
Kedua tangan Hana mengepal, menahan emosi, “dengarkan aku, Tenko-sama yang terhormat, aku sama sekali tidak tertarik pada uangmu. Dan bisakah anda memiliki rasa malu? Yoshiki-kun adalah suamiku!”
Yoshiki terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya sebuah senyum terulas pada bibir pria yang nampak sibuk membaca tabel keuangan yang tercetak pada proposal.
“Bagaimana anda bisa tidak punya malu memintaku menyerahkan Yoshiki-kun?”
Tenko tertawa, menyeringai, “bukankah anda duluan yang sudah tidak memiliki malu? Anda sudah meninggalkan Yoshiki-kun, mengacaukan hidup Kuroto-kun, dan sekarang anda kembali begitu saja dan menjadi sok istri?”
Hana kembali tertohok oleh senjata Tenko yang sama.
Dengan lidah setengah keluh, mati-matian Hana berusaha membalas, “i-itu memang salahku, a-aku terbawa emosi,” kepala Hana mendongkak tanpa ragu, menatap Tenko dengan pandangan yakin, “tapi aku memang istri Yoshiki-kun. Yoshiki-kun milikku, dan sebaiknya anda keluar dari ruangan ini!”
“….” Senyum pada bibir Yoshiki semakin tercetak lebar melihat punggung sang istri yang tengah menghadapi CEO Tenko Group. Kalau diingat-ingat, ini pertama kalinya Hana mengaku sedemikian lantang mengenai ikatan yang mereka jalani. Selama ini hanya terdengar dirinya yang seolah mengklaim Hana sepihak. Sekarang Hana sudah membalas klaimnya, dan balik mengklaim dirinya.
‘Ah terkadang memang kondisi seperti ini dibutuhkan untuk memojokkannya,’ pikir Yoshiki dengan senyum masih bertahan pada wajahnya.
“Oh, atas hak apa anda menyuruhku keluar? Aku masih pemegang saham terbesar perusahaan ini,” dengan congkak Tenko Shiroi menjawab.
“Cukup,” Yoshiki bangkit dari kursinya, berdiri di samping Hana, dan memeluk perempuan itu dari samping, “Jika anda masih mengatakan saham, saya akan membuat pakta pemutusan saham dan bersedia mengganti rugi sebanyak apapun yang Tenko Group akan ajukan.”
Perempuan dengan rambut ikal elegan itu hanya bisa mengigit bibir merahnya melihat pemandangan di hadapannya. Sosok pria yang begitu ia dambakan malah memeluk perempuan yang menurutnya bukan saingannya sama sekali.
“B-berani-beraninya—”
“Selanjutnya, jika anda kembali datang ke ruangan ini tanpa ada tujuan jelas, maka anda akan menjadi CEO pertama yang akan diseret oleh pihak keamanan keluar.”
“Ck!!” Shiroi Tenko berdecak kesal, “lihat saja Kuroto Yoshiki! Aku pasti akan berhasil membuatmu memilihku dan membuat perempuan hina itu!”
“Dalam hitungan ke 3, jika anda masih di sini maka tidak ada pilihan lain, 1…”
“Sialan!” Perempuan yang nampak begitu elite itu mengumpat begitu saja sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu.
“Haaah, apa-apaan sih perempuan itu,” Hana tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memijat pelipisnya.
“Hn, kembali bekerja,” Yoshiki melepaskan pelukannya, dan kembali pada mejanya.
Hana membalik badannya, kembali melanjutka keluhannya, “Yoshiki-kun… Mau bagaimanapun Yoshiki-kun santai sekali loh. Aku curiga sebenarnya Yoshiki-kun suka jika ada banyak wanita yang menyukai Yoshiki-kun.”
Baru beberapa detik sejak Hana menggebrak pelan meja Yoshiki, tangan perempuan berambut hitam itu tiba-tiba ditarik begitu saja hingga membuat sang empunya tubuh limbung hingga terjatuh untuk ditangkap Yoshiki yang telah duduk di kursinya.
“Aku selalu di sukai banyak wanita, My Lady,” onyx pria itu menatap lekat sapphire Hana.
“Y-ya lalu? Yoshiki-kun tampan, oke. Yoshiki-kun, kaya dan sukses, oke. Siapa manusia yang tidak akan jatuh hati pada Yoshiki-kun?”
“Aku juga seorang Lord.”
“Ya oke, ditambah seorang Lord, iblis mana yang tidak akan jatuh jati?”
Yoshiki tertawa kecil.
“Sial, malah tertawa,” Hana melengoskan wajahnya kesal.
‘chu’
Pria itu selalu membuat pergerakan tiba-tiba, seperti sekarang, tanpa ada persiapan dari Hana, pria itu sudah mengecup bibinya.
“Siapa yang mengizinkan Yoshiki-kun menciumku!?”
Yoshiki tidak bisa menahan diirnya, istrinya ini begitu lucu memprotes namun wajahnya memerah.
“Benar, banyak wanita, entah manusia atau iblis yang tertarik padaku My Lady. Aku bisa semudah itu mengabaikan mereka. Namun kali ini aku senang.”
“Senang?”
“Hn, Aku Lucifer, My Lady. Sin of Pride. Kebanggaanku adalah segalanya. Aku memiliki segalanya, dan diantara sekian banyak kebangganku, hanya kau yang bisa meninggikan kebangganku. Selama ini hanya aku yang mengklaimmu. Dan akhirnya, kali ini kau yang mengklaimku. Entahlah, aku senang.”
“A-apa itu? Aneh!”
“Hn, terkadang keinginan iblis yang sudah hidup lebih dari beribu tahun dan memiliki segalanya memang terdengar aneh dan remes,” Yoshiki kembali memberikan seluruh tatapannya pada mata Hana, “aku ingin mendengar lebih banyak lagi, dari bibirmu, jika kau mencintaiku, jika kau adalah istriku, aku adalah suamimu, aku adalah milikmu, aku ingin seluruh dunia tau jika kau adalah milikku.”
“Possesif sekali,” Hana melirikkan pandangannya ke arah lain.
“Tentu saja. Aku menantimu dalam kurun waktu yang tidaklah sebentar My Lady. Aku mengawasimu dari kau dalam kandungan, mana mungkin aku akan melepaskanmu begitu saja?”
Hana hanya tidak bisa menjawab lagi kalimat pria dengan onyxnya yang seolah menelanjanginya itu.
.
Malam itu hujan deras turun tanpa ampun. Sementara Hana hanya bisa melihat keluar minimarket yang memperlihatkan pemandangan malam kota kala hujan deras ditemani segelas susu hangat dalam cangkir kertasnya.
‘Jika aku mengirimkan chat aku terjebak di minimarket Yoshiki-kun pasti akan marah,’ pikir Hana menertawakan kekonyolannya. Pasalnya sore tadi ia sempat berdebat dengan sang suami lantaran sang suami keukeuh menyuruhnya menunggu sampai pekerjaannya selesai setelah itu keduanya bisa ke minimarket bersama, namun Hana dengan keras kepala memaksa ke minimarket sendiri karena jaraknya juga tidaklah jauh. Dan lihat, sekarang Hana terjebak hujan.
Entah sang suami bisa membaca keresahannya sekarang atau bagaimana, namun ponselnya bergetar, sebuah pesan dari sebuah kontak bertuliskan ‘Yours’ muncul. Tentu saja ponsel ini adalah ponsel pemberian Yoshiki, dan Yoshiki sendiri yang menamai kontaknya seperti itu, terkadang hal ini bisa membuat Hana tertawa kecil, prianya ini sangat romantis. Pesan itu bertuliskan, “masih lama? Katakan jika kau sudah selesai, akan kujemput.”
Hendak saja Hana membalas pesan tersebut, pintu minimarket di sampingnya terbuka diiringi sebuah bunyi pertanda seorang pelanggan masuk, “Selamat sore, nonya istri,” Hana tahu siapa pelilik suara itu, Shiroi Tenko. Namun saat itu wanita itu tidaklah sendiri. Di belakang wanita itu berdiri seorang pria yang mengenakan tudung jaket yang setengah basah oleh air hujan.
“Terjebak hujan?” Wanita itu bertanya dengan nada ponggahnya.
Mata sapphire Hana untuk beberapa saat mengamati wanita itu dari ujung kaki hingga ujung rambut. Berusaha mencari tahu apa keinginan dari wanita ini sejak mengacau dan di usir dari ruangan suaminya hampir lima hari lalu.
“Begitulah. Apa mau anda? Jangan katakan anda yang tiba-tiba masuk ke minimarket ini ingin berteduh dari hujan?” Tanya Hana sarkartis, tetap awas.
“Tentu saja tidak mungkin kan. Ini bukan kelasku. Aku hanya ingin memperkenalkanmu pada dia, oh tidak perlu. Bukankah kalian sudah kenal? Silahkan kuberikan waktu kepada kalian.”
Pria yang dari tadi berdiri di belakang Shiroi Tenko akhirnya melakukan pergerakan. Pria itu perlahan menurunkan tudung jaketnya.
“!!!”
Dan begitu pria itu menurunkan tudungnya, tubuh Hana melemah, bahkan ponsel dan kantung belanjaannya meluncur turun membentur lantai.